Sebelum
terjadi perang Bharatayudha tepatnya ketika Kresna Duta, Prabu Salya melambai pada Sri Kresna, kemudian mereka bercakap cakap di beranda kerajaan Hastina. saat
itu memang di Hastina Prabu Duryudana mengundang sesepuh sesepuh, termasuk Bhisma Begawan dari Talkondo, Prabu Salya mertuanya sendiri dari kerajaan Mandaraka, Begawan Drona Guru dari Padepokan Sokalima, dan Karna kakak angkatnya dari kerjaan Tanah Perdikan Awangga.
Saat itu Prabu Salya berkata pada Raja Dwarawati Sri Kresna, “wahai Titisan Wisnu, aku ingin menitipkan suatu hal
kepadamu jika Bharatayudha benar benar akan terjadi. ya aku akan menitipkan Nakula dan Sadewa kepadamu, karena sesungguhnya setiap melihat mereka aku
selalu teringat akan adikku Madrim yang wafat ketika melahirkan mereka. untung
saja Kunti Talibrata mau untuk merawat mereka berdua seperti merawat anaknya sendiri.
tolonglah jaga sikembar Nakula dan Sadewa untukku” dan Kresna kemudian
menyanggupi permintaan Prabu Salya….
Dan kisah
berlanjut, saat itu perang Bharatayudha berkecamuk, dan Salya dijebak untuk
berpihak kepada Kurawa, Salya yang merasa dijebak kemudian membalas ketika menjadi
kusir kereta Adipati Karna, saat Adipati Karna melepas panahnya Prabu Salya
menghentakan kakinya ke kereta yang dikusirinya, dan roda kereta amblas masuk
ke dalam tanah. dan panah sakti Karna meleset hanya mengenai mahkota Arjuna.
lalu disuruhnya Adipati Karna untuk memperbaiki roda kereta, saat Karna turun
memperbaiki roda kereta Pasopati melesat dan memenggal Adipati Karna.
Alkisah
sesudah gugurnya Adipati Karna, Prabu Salya pulang ke Mandaraka, dia tahu bahwa
selepas gugurnya Karna maka dia yang akan diangkat menjadi senopati kurawa.
saat itu Kresna tanggap bahwa Salya bukan musuh yang enteng. saat itu Kresna
teringat akan pembicaraanya dengan Prabu Salya ketika ia menjadi Duta terahir Pandawa ke Hastina.
Maka dipanggilah Nakula dan Sadewa, dan disuruh memakai
baju putih dari kain kafan dan dengan kereta mereka disuruh memacu kudanya ke Kerajaan Mandaraka bertemu dengan Prabu Salya. pesan Kresna sederhana, jika
kalian sampai di depan Prabu Salya segeralah minta mati. Nakula dan Sadewa tahu
bahwa dia dikorbankan oleh Kresna dan mereka pun menangis dalam kegalauan
hatinya dalam perjalanan. bagaimanapun mereka sangat sayang kepada pamanya
salya. Sampai di Kerajaan Mandaraka Nakula dan Sadewa yang berpakaian kafan itu segera
bersujud di kaki pamannya, mereka menangis dan minta mati. Salya terkaget
kaget, dan dia berkata “siapa yang
menyuruh kalian kemari keponakanku tersayang?”, Nakula dan Sadewa berusaha
menyembunyikan kenyataan dan berkata “tidak
ada paman, kami tidak disuruh siapa siapa”. Salya tersenyum dan berkata “kalian tidak bisa membohongiku, aku ini
paman kalian lebih banyak makan asam garam kehidupan daripada kalian, aku tahu
kalian disuruh oleh kresna, ya kan?” Nakula dan Sadewa membisu. Salya berkata
kembali “apa yang kalian inginkan
keponakan tersayang? apa yang kalian inginkan dari pamanmu ini nak?”. Nakula dan Sadewa walau galau pun menjawab seperti yang diajarkan oleh Kresna
kepada mereka “paman, daripada kami mati
di bharatayudha menghadapi paman, lebih baik sekarang kami minta mati sekarang
paman” Salya tersenyum dan matanya berkaca kaca….” anakku nakula dan sadewa, setiap aku melihat kalian, aku selalu
teringat akan madrim adiku yang telah wafat ketika melahirkan kalian, maka
manalah tega aku membunuh kalian anaku?, katakanlah anakku, katakanlah, aku
ingin salya mati dalam bharatayudha, katakanlah anakku, katakanlah….”
Nakula dan Sadewa tak dapat lagi menahan air matanya, bagi mereka yang tertinggal cuma Salya dalam keluarga mereka, ibu mereka Madrim wafat ketika melahirkan mereka,
sementara Pandu ayah mereka meninggal beberapa saat kemudian karena kehabisan
darah tertusuk keris Prabu Kala Tremboko dari Pringgandani, haruskah mereka
kini merelakan kematian paman mereka yang sangat sayang dan kasih kepada
mereka? mereka terdiam dalam tangis penuh keharuan.
Prabu Salya memecah keheningan “anakku, segera kembali ke kresna, katakan, besok jika aku maju menjadi senopati kurawa dalam perang bharata yudha, suruh kakakmu yudistira menghadapi aku, sekarang segeralah pulang”. lalu Nakula dan Sadewa memeluk kaki Salya dan untuk terahir kalinya salya memberi berkatnya kepada keponakanya yang sangat dicintai itu.
Prabu Salya memecah keheningan “anakku, segera kembali ke kresna, katakan, besok jika aku maju menjadi senopati kurawa dalam perang bharata yudha, suruh kakakmu yudistira menghadapi aku, sekarang segeralah pulang”. lalu Nakula dan Sadewa memeluk kaki Salya dan untuk terahir kalinya salya memberi berkatnya kepada keponakanya yang sangat dicintai itu.
Malam itu,
mengetahui takdir akan datang, yaitu kematiannya. Salya bercengkerama dengan
mesra bersama istrinya Ratu Pujawati. bahkan seolah olah mereka sedang dalam
keadaan bulan madu, seperti pasangan pengantin di malam pertama. Pujawati sudah
gelisah, dia menangkap kesan aneh dari suaminya. tapi Salya tetap saja berusaha
meyakinkan istrinya bahwa tidak akan terjadi apa apa. mereka bercinta malam itu
sampai pagi.
Ketika
pagi menjelang, Dewi Pujawati masih lelap dalam tidurnya, Salya melihat wajah
istrinya yang sudah berumur tapi tetap cantik dan setia mendampinginya hingga
kini, sambil menyelimuti tubuh istrinya Salya berkata “mungkin ini terahir kalinya aku melihat
kecantikan wajahmu. adikku, maafkan aku, aku tak mungkin memberitahukan
kepadamu kematiaku”. dan seperti 3 senopati kurawa sebelumnya ketika
menghadapi ajalnya, Prabu Salya menggunakan baju perang berwarna putih putih.
Seketika
dilarikan keretanya ke kurusetra, dan perang pun berlanjut. Candrabirawa makan
korban banyak, pandawa kewalahan. saat itulah yudistira disuruh maju oleh
kresna. awalnya Yudistira tak mau maju perang dan bertekad tak akan pernah
menyakiti siapapun juga. mendengar itu Kresna pun meminta Arjuna, Nakula, Sadewa
dan Bima untuk bunuh diri saja. jika Yudistira tak mau maju, lebih baik semua
pandawa bunuh diri, karena Prabu Salya tak mungkin terkalahkan kecuali jika Yudistira
maju. akhirnya dengan berat hati Yudistira maju berperang.
Dalam versi wayang dikatakan bahwa
salya tewas dilempar oleh jimat “Kalimasada”. saat itu Resi Bagaspati masuk ke
dalam tubuh Yudistira, dan Candrabirawa diambil kembali dari tubuh Salya. kemudian
Yudistira melempar jimat “Kalimasada” dan tepat mengenai dada Prabu Salya,
seketika Prabu Salya gugur terkena lemparan jimat “Kalimasada”.
Di
mandaraka, Dewi Pujawati terbangun dan menangis mengetahui suaminya sudah
berangkat berperang, dan dia pun menyusul ke kurusetra. disana dia sampai
ketika hari sudah sore, dan setelah mencari cari dari ribuan mayat yang
tergeletak, ditemukanlah mayat suaminya. saat itu juga pujawati menikamkan
keris ke dadanya. dia ikut bela pati atas gugurnya suaminya. istri yang setia,
sebelum mati dia berkata kepada mayat suaminya “kakang, saya tak mampu hidup tanpa kakang, senang kita bersama, susah
kita bersama, maka aku akan menyusul kakang ke sorga...dan keris itu
merobek dada Pujawati, menembus jantungnya, membuat koncat nyawanya, dan bersama
sukma Resi Bagaspati, dan Prabu Salya sukma Pujawati menuju swargaloka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar